Senin, 19 Desember 2011

Ketika Nyawa Hanya Seharga Helm





Stephanus Hans Tanujaya banyak terdiam. Tatapannya sering kosong. Antara percaya dan tidak. Di depannya terbaring jasad Christopher Melky Tanujaya, anaknya yang masih berusia 16 tahun. Rumah Duka Atmajaya di Pluit, Jakarta Utara, terasa begitu dingin baginya, meski pelayat yang datang kian ramai, Christopher Melky Tanujaya atau yang biasa disapa Kiky tewas secara tragis. Pelajar St Joseph Institution Singapura itu ditusuk orang tak dikenal, sesaat turun dari Shelter Bus Transjakarta Pluit Junction, Jakarta Utara, beberapa waktu silam. Kiky ditusuk di leher depan kanan dua, depan kiri satu, dan pundak bagian kiri belakang satu tusukan.

Sadis, memang. Namun tak banyak informasi yang diperoleh polisi dari lokasi penusukan. Motif pembunuhan masih buram. Segala kemungkinan bisa terjadi. "Bisa saja orang dekat atau ditodong tapi enggak bisa karena barang-barangnya masih utuh. Ini segala kemungkinannya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono.
Bukan hanya polisi, ibu Kiky, Norma Sulistiowati, juga bingung. Terlebih anaknya tak pernah mempunyai musuh. Di mata keluarga, juara olimpiade matematika itu adalah anak yang baik. Lantaran juara olimpiade itulah alumni SMP IPEKA Pluit akhirnya mendapat beasiswa belajar ke Negeri Singa.

Di tangan penusuk, nyawa Kiky seperti tidak ada artinya. "Saya bingung, apalagi barang milik anak saya tak ada yang hilang," ucap Norma, datar, ketika ditemui wartawan di rumahnya di Perumahan Taman Grisenda C2, No.8, Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Dalam waktu bersamaan, nyawa mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Al Azhar Ahmad Yoga Fudholi juga melayang sia-sia. Mahasiswa angkatan 2010 itu tewas setelah dikeroyok dua seniornya, Diky Ramadan dan Eka Zulfikar, di Lapangan Sepakbola Al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Penyebabnya ternyata sangat remeh-temeh. Yoga Fudholi dituduh mencuri helm. Menurut informasi, pengeroyokan berawal ketika Eka Zulfikar kehilangan helm di area parkir kampus. Setelah bertanya sana-sini, dia yakin bahwa Yogalah yang membawa helmnya. Eka kemudian berpesan kepada tukang parkir; tolong beritahu dia jika Yoga datang ke tempat parkir.

Sebaliknya, Yoga mengambil helm tersebut karena dikira milik temannya. Dia hanya meminjam. Namun nahas baginya. Penjelasannya tak membuat Eka menerima. Saat Yoga datang ke lapangan bola untuk mengembalikan helm, di sanalah Eka dan temannya, Diki Ramadan, sudah menunggu, Mereka langsung saja menghampiri Yoga dan membawa korban ke pinggir lapangan. Tepat di belakang gawang, mereka menuduh Yoga sebagai mencuri helm. Yoga jelas membantah tuduhan tersebut dan berusaha menjelaskan peristiwa sebenarnya, Namun, tanpa banyak ba-bi-bu, Diky malah memukul Yoga dengan tangan kanan mengepal. Buuk, pukulan ini membuat korban jatuh terlentang. Yoga akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Tragis. Nyawanya melayang hanya karena sebuah helm.

Kekerasan di Jakarta, terlebih di jalan raya, memang kian mencemaskan saja. Orang dengan gampang menodong, menganiaya, bahkan membunuh, tanpa pernah merasa bersalah. Atas nama perut dan harga diri, semua seperti sah saja, Polisi bukan tidak bertindak. Jumlah personel memang ditambah. Patroli pun kian ditingkatkan. Namun seperti tak kehilangan akal, para pelaku kejahatan juga terus memperluas wilayah operasinya.

Di wilayah hukum Polda Metro Jaya, setiap 9 menit 56 detik, seorang menjadi korban kejahatan. Kalau sebelumnya penumpang kendaraan umum hanya menjumpai pencopet, kini mereka menghadapi aksi kejahatan yang lebih keras; pembekapan, penculikan, hingga pembacokan. Street crime benar-benar menjadi ancaman yang serius. Tidak lagi bisa dianggap sebagai kebiasaan yang harus dimaklumi, Modus kejahatan juga kian beragam. Seperti terus berkembang menyesuaikan dengan keadaan. Jika dulu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sekarang kejahatan kerap dilakukan dengan terbuka. Bahkan di siang hari bolong.

Yang terbilang baru adalah perampokan dengan modus menabrakkan mobil. Biasanya pelaku yang lebih dari dua orang menggunakan mobil sewaan. Mereka mengincar korban--umumnya wanita, yang mengendarai kendaraan seorang diri.

Begitu sasaran ditemukan, mereka sengaja menabrakkan mobilnya ke kendaraan korban. Biasanya korban turun untuk meminta ganti rugi. Jika itu yang terjadi, berarti korban sudah masuk ke dalam skenario pelaku, Pelaku pasti akan bersedia memenuhi permintaan korban. Namun, sebelumnya korban akan terlebih dahulu diminta ikut ke ATM atau bengkel terdekat. Nah, saat di tempat sepi, pelaku akan memaksa korban untuk menyerahkan seluruh harta bendanya. Dari mulai uang di dompet, sampai mobil yang dikendarai korban. Jika melawan, pelaku tak segan-segan melukai korbannya.

Itu jika korban bawa kendaraan, lalu bagaimana dengan sasaran yang menggunakan kendaraan umum. Pelaku yang beroperasi di mikrolet, angkutan kota, maupun bus juga tak kalah sadis. Mereka biasanya membawa pisau lipat untuk menempelkannya ke perut korban.

Ada juga yang menggunakan tisu basah untuk mengasak harta korban. Campuran bahan pada tisu yang dibawa tidak main-main. Terdiri dari aseton dan alkohol 85 persen. Ini jelas menimbulkan bau yang memabukkan. Jika sudah dibekap dengan tisu tersebut dan aromanya tercium, dipastikan siapa pun akan mabuk kepayang atau setengah sadar.

Saat itu biasanya pelaku berpura-pura menolong. Dalam waktu bersamaan, mereka juga menguras harta yang dibawa korban. Jika sudah dapat, baru mereka berpura-pura minta tolong kepada orang lain dan meninggalkan korban begitu saja.

Ada juga modus menebar dokumen. Biasanya pelaku sengaja menebar sejumlah dokumen penting dan selembar cek bernilai miliaran rupiah. Mereka berharap ada orang baik yang akan mengembalikan dokumen tersebut.

Ketika calon korban menelpon, pelaku akan berpura-pura sangat berterima kasih. Bahkan, tak segan pelaku berjanji akan memberikan uang apabila calon korban mau mengembalikan dokumen penting, Langkah selanjutnya pelaku bakal meminta korban menyiapkan nomor rekening. Dia akan memandu melalui telepon. Bukannya mendapat kiriman uang, secara tak sadar, korban malah dibuat mentransfer uang kepada pelaku. Cerita modus seperti itu kerap didengar belakangan ini, Selebihnya adalah modus yang biasa terjadi, seperti kapak merah, menyamar sebagai pengantar barang, undian berhadiah, dan lain sebagainya. Lempar telur ke kaca mobil juga menjadi modus baru

Di mana para pelaku biasa beroperasi? Polda Metro Jaya memetakan 54 lokasi rawan kejahatan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sepuluh titik berada di Jakarta Pusat, tiga titik di Jakarta Utara, tiga titik di Jakarta Timur, enam titik di Jakarta Barat, dan tiga titik di Jakarta Selatan.

Lalu di Bekasi Kota terdapat satu lokasi, Polres Depok satu lokasi, Polres Bandara Soekarno-Hatta satu lokasi, Polres Pelabuhan Tanjung Priok tiga lokasi, dan Polres Kabupaten Bekasi tiga lokasi. Polresta Tangerang Kota dan Polres Kabupaten Tangerang juga termasuk, masing-masing tiga lokasi.

Secara spesifik lokasi rawan kejahatan tersebar di beberapa titik. Antara lain Perempatan Coca-cola, Johar Baru, Kemayoran, Taman Sari, Terminal Pulo Gadung, Stasiun Senen, Tanjung Priok, Tambora dan kolong jembatan Grogol, Pasar Kebayoran Lama dan Terminal Lebak Bulus.

Selain itu, kawasan di bawah Tol TB Simatupang, Jaksel, sampai Jaktim juga rawan kejahatan. Daerah itu memiliki banyak akses sehingga penjahat dengan mudah memilih jalan melarikan diri seusai beraksi. Sedangkan Cilandak dan Pasar Minggu adalah dua kawasan rawan kejahatan, seperti copet hingga pencurian kendaraan bermotor.

Di Jakarta Barat, daerah rawan kejahatan jalanan dan curanmor ada di Cengkareng dan Tanjung Duren. Di Cengkareng banyak daerah sepi dan gelap karena kurang penerangan. Salah satunya, Jalan Peternakan Raya, Kelurahan Kapuk, yang merupakan kawasan pergudangan.

Sedangkan di Bekasi, Perempatan Jalan Cut Meutiah dan Chairil Anwar (simpang Unisma 45 Bekasi) harus menjadi perhatian. Sebab di sana banyak pria yang berpura-pura mengamen di angkutan kota. Mereka akan meminta uang secara paksa kepada penumpang angkot dengan terlebih dahulu berorasi dan mengaku baru keluar dari penjara, Sementara di Tangerang, kejahatan jalanan berkedok kuli panggul marak di perumahan-perumahan. Jumlah pelakunya banyak dan sulit diberantas. Biasanya mereka akan memaksa calon penghuni rumah yang baru pindah atau berniat merenovasi kediamannya. Jika tak diberi uang, para kuli panggul tak segan-segan berbuat nekat dan bertindak kriminal.

Maraknya kejahatan jalanan juga sempat mengusik ketenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika memberi pengarahan rapat pimpinan TNI dan Rakor Polri di Istana Negara beberapa waktu silam, Presiden sempat mengemukakan bahwa premanisme dan kejahatan jalanan masih dirasakan sebagai sesuatu yang meresahkan. Menimbulkan ekonomi biaya yang tinggi. Itulah sebabnya dia minta polisi serius menanganinya, Permintaan Presiden memang direspons polisi. Berbagai razia dilakukan. Namun kinerja mereka masih jauh dari harapan masyarakat. Setidaknya itulah yang terekam dalam survei Imparsial. Dari responden yang disurvei, 61,2 persen merasa tidak puas. Hanya 33,4 persen yang puas. Sedangkan 5,4 persen mengaku tidak tahu, Masyarakat merasa puas ketika polisi menangani masalah terorisme, yakni sekitar 67,0 persen. Sedangkan untuk penanganan premanisme, curanmor, penegakan hukum, dan narkoba, kinerja polisi masih dipertanyakan.

Artinya masyarakat harus tetap waspada jika tidak ingin menjadi korban. Sebab, bukan tak mungkin, kejahatan bakal terjadi di sekitar kita. Di depan mata kita. Dengan cara yang mengejutkan, seperti yang dialami Christopher Melky Tanujaya. Atau dengan modus yang amat terbiasa, seperti yang menimpa Ahmad Yoga Fudholi. Nyawanya hanya seharga sebuah helm. Tragis.(ULF)

Warga Diimbau Waspadai Ayam Potong Formalin


Warga Kota Bekasi diminta waspada terhadap peredaran ayam potong berformalin. Pasalnya, menjelang Natal dan Tahun Baru peredaran ayam potong berformalin di sejumlah Pasar tradisional Kota Bekasi mulai marak.
Penggunaan formalin ini, diungkap sejumlah pedagang ayam potong, untuk membuat ayam awet hingga seminggu. “Kalau nggak laku hari ini bisa dijual besok atau lusa dengan kondisi tidak bau,” kata Fendi Pradana, sati pedagang ayam potong di Pasat Baru Kota Bekasi.
Ia mengaku kesal karena beberapa rekannya menjual ayam potong berformalin tersebut. “Saya sudah minta agar mereka jangan jual ayam berformalin karena berbahaya buat kesehatan, Tapi rekan-rekan saya itu tetap membandel. Yah sudahlah, itu urusan mereka,” kata Fendi kesal.
Meski tahu pelakunya, namun Fendi enggan menunjukkan pedagang yang menjual ayam berformalin. “Memang nggak semua pedagang di pasar ini jual ayam berformali, hanya ada beberapa saja,” ujarnya.
Fendi hanya menunjukkan cara mudah mengenali daging ayam dengan bahan pengawet. Ciri-cirinya, daging ayam pucat dan tidak dikerubung lalat. “Dagingnya tahan lama,” jelas Fendi.
Namun sebagian besar pedagang, kata dia, tidak tahu menahu proses pemberian bahan pengawet. Biasanya mereka membeli dari tengkulak atau perusahaan penyalur ayam potong sudah dalam kondisi berbahan pengawet. “Kebanyakan ayam tersebut didatangkan dari luar Bekasi,” katanya.
Agar pembeli tidak rugi, Fendi menyarankan memilih daging yang masih segar. Seperti di potong di tempat saat melakukan transaksi, kulit ayam berwarna kuning ketika disiram air panas untuk dicabut bulunya, dan dagingnya merah.
Harga daging ayam sejak sepekan lalu, mulai naik rata-rata Rp 2.500 per kilogram untuk daging ayam besar. Harga sebelumnya Rp 16 ribu menjadi Rp 18.500 per kilogram.
Sebelumnya, harga daging ayam ukuran sedang rata-rata Rp 14.800 menjadi 16.000 per kilogram. “Kemungkinan akan naik terus sampai perayaan Natal dan tahun baru nanti,” katanya.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi Edy Kadarusman, mengakui sudah banyak mendengar kabar soal maraknya ayam berformalin beredar di sejumlah pasar di Kota Bekasi.
Edy berencana menggelar inspeksi ke sejumlah pasar, pada Senin pekan depan (19/12). Seperti pasar Baru, pasar Kranji, Pondokgede, Jatiasih, dan pasar Jatisampurna.





sumber : pos kota

Pembangunan Jalan Layang Achmad Yani Sarat Kepentingan Bisnis




Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mengakui pembangunan jalan layang Achmad Yani oleh PT Summarecon sarat kepentingan bisnis. Pasalnya, perusahaan properti ternama itu membangun kawasan hunian di sisi utara seluas 250 hektar.
“Jalan layang itu memang dibiayai karena Summarecon ada kepentingan,” kata Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Bahkan izin pembangunan jalan layang diajukan ke Pemerintah Pusat atas nama Pemerintah Kota Bekasi, meski seluruhnya dibiayai PT Summarecon dengan nilai belanja modal sekitar Rp 200 miliar lebih.
Namun, menurut Rahmat, jalan layang persembahan Summarecon itu punya manfaat besar terhadap masyarakat Kota Bekasi. Kemacetan transportasi yang selama ini terjadi di perlintasan kereta api jalan Bulan-bulan bisa dikurangi.
Lagipula kawasan hunian Summarecon telah dipersiapkan sejak 1980-an silam tetapi baru di bangun sekarang. Dan yang terpenting, kata Rahmat, nantinya nilai aset belanja modal jalan layang akan diserahkan sepenuhnya ke Pemerintah Daerah pada Desember tahun depan.
Sehingga jalan layang tersebut tidak memakai nama Summarecon. Melainkan memakai nama yang akan disematkan Pemerintah Kota Bekasi. “Bisa kita beri nama jalan layang KH. Noer Alie atau nama yang lain tergantung keputusan nanti,” katanya.
Dari pantauan di lapangan, pembangunan jalan layang oleh Summarecon terus dikebut. Beberapa tiang pancang beton sudah berdiri kokoh. Jalan layang tersebut mengambil separuh ruas badan jalan Achmad Yani dan ruang terbuka hijau di kawasan Gelanggang Olahraga (GOR), menyeberang rel kereta api di sisi utara kantor Pemerintah Kota Bekasi.
Menurut Rahmat, jalan layang persembaha PT Summarecon belum sepenuhnya mampu membuka akses ekonomi di bagian utara. Dibutuhkan akses tambahan berupa jalan layang di kawasan Bulak Kapal, Bekasi Timur. Ruas jalan layang dari jalan Joyo Martono menyeberang rel kereta api sampai di depan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bulak Kapal.
Sayangnya jalan layag Bulak Kapal belum memiliki desain bangunan. Awalnya diprediksi menghabiskan anggaran sekitar Rp 30 miliar, tetapi belakangan membengkan menjadi sekitar Rp 100 miliar. “Kalau dua jalan layang itu sudah ada akan sangat membantu membuka investasi ekonomi di bagian utara,” katanya.

sumber : pos kota

Menggapai Cita 1,5 Juta Penumpang Sehari




PELUIT panjang tanda masuknya KRL jurusan Depok-Jatinegara di Stasiun Manggarai sontak menggerakkan ribuan orang yang memadati jalur 5. Bak satu irama, dengan gerakan ketergesaan yang sama, keruwetan Manggarai pun dimulai. Dorong-mendorong hingga sikut-menyikut menjadi pemandangan lazim, Penumpang transit dari Bogor dan Bekasi yang sama-sama ingin menuju Tanah Abang itu pun berebut naik. "Sudah menunggu 10 menit, harus berebut, nanti lama lagi," ucap Darsih, 45, Di sisi lain, ratusan penumpang di jalur 6 yang baru saja turun dari Commuter Line arah Kota tidak mau kalah. Mereka berlari mengejar KRL tujuan Tanah Abang itu. Tidak ada rasa peduli meski kereta telah penuh sesak oleh penumpang. Seorang bapak tua dibantu beberapa penumpang pun nekat melompat ke dalam kereta yang belum berhenti sempurna di peron, Kesibukan di stasiun memang sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, kesibukan itu menjadi semakin ruwet mulai awal bulan lalu saat PT KRL Commuter Jabodetabek (KCJ) memberlakukan sistem loop line, Salah seorang pengguna setia kereta api, Rosmana Eko, menilai titik keruwetan sistem loop line itu didasari pada penjadwalan yang hanya berdasarkan trial and error. PT KCJ dituding tidak menyusun jadwal berdasarkan observasi lapangan dan metode survei yang akurat.

Rosmana mencontohkan rute Bogor-Depok-Tanah Abang yang sempat dilirik PT KCJ untuk dijadikan rute utama berdasarkan kapasitas terbanyak. "Namun, faktanya jumlah jadwal terbanyak tetap di rute Bogor-Depok-Jakarta Kota," katanya, Jadwal yang dirasa tidak adil tersebut, menurut anggota KRL Mania itu, diperparah penyesuaian jadwal untuk KRL transit yang tak seimbang, Jadwal transit untuk jalur Serpong, Bekasi, dan Tanah Abang masih terlalu sedikit. "Ini yang menyebabkan penumpukan penumpang tidak dapat dihindari. Di beberapa stasiun, kapasitas peron untuk menunggu tak memadai jadi malah desak-desakan," keluhnya.

Penumpang, lanjut Rosmana, masih harus berjibaku dengan prasarana yang tidak memadai. Mulai penerangan yang ala kadarnya di beberapa stasiun, petugas keamanan yang kurang, kapasitas area tunggu yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang ada, petugas yang tidak informatif, pengeras suara yang rusak, hingga fasilitas tinggi peron yang tidak bersahabat dengan penumpang prioritas. "Tanpa informasi seperti ini, penumpang akan panik dan cenderung stres. Daripada sekadar mengutak-atik jadwal yang tidak jelas pula, mending perbaiki dulu prasarananya," tandas Rosmana.

Sekretaris Perusahaan PT KRL Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran mengakui permasalahan utama dari tersendatnya penerapan sistem loop line terletak pada ketidaksiapan sarana dan prasarana. Berbagai kerusakan, mulai kekacauan sistem wesel, penumpukan sampah basah di sepanjang rel yang mengganggu roda kereta, hingga jumlah kereta yang terbatas, membuat sistem loop line tidak berjalan lancar.

"Belum lagi kalau ada KA ekonomi yang mogok di perlintasan karena memang sudah banyak yang uzur. Kalau dari sisi prasarana tidak ada yang rusak, pasti bisa tepat waktu," ujarnya.

Padahal, penerapan sistem loop line berkonsekuensi pada pertumbuhan sarana dan prasarana secara cepat. Saat ini sistem loop line yang diterapkan baru 35% dari desain besar pembenahan KLR Jabodetabek.

Peraturan presiden

Makmur mengakui masih banyak kekurangan untuk bisa melayani publik dengan baik. Ia mencontohkan pasokan listrik yang hingga sekarang masih terbatas 120 megawatt untuk sekitar 416 unit KRL Jabodetabek. "Ini cukup, tapi distribusinya harus merata. Satu petak listrik hanya untuk empat rangakaian," katanya.

PT KCJ, lanjutnya, pada tahun depan akan menambah 160 unit kereta. Saat ini 80 kereta sedang disertifikasi Ditjen Perkeretaapian Kemenhub. "Kalau semua ini dipakai, tentu harus dipikirkan prasarana seperti stabling (tempat parkir kereta), serta pengakalan agar peningkatan jumlah kereta di perlintasan sebidang justru tak menimbulkan kemacetan jalan yang parah," tegas Makmur.

Pembenahan pelayanan KRL Jabodetabek harus dilakukan secara cepat karena merupakan bagian dari pemecahan masalah kemacetan di Ibu Kota. Pemerintah bahkan sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No 83/2011 tentang Penugasan PT KAI (persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta serta Jalur Lingkar Jabodetabek.

Dirut PT KAI Ignasius Jonan menyambut baik amanah ini. Dia optimistis bisa mengangkut 1,5 juta penumpang setiap hari pada 2018. Jumlah itu di atas target 1,2 juta penumpang/hari pada 2019 yang digariskan pemerintah pusat. Saat ini, KRL Jabodetabek baru mampu mengangkut 400 ribu hingga 500 ribu penumpang/hari.

"Sekarang kami punya wewenang untuk mempercepat pembangunan tanpa menggunakan APBN. Seluruh dana yang diperlukan untuk proyek ini dibebankan ke PT KAI dan anak perusahaannya," tegasnya.

Agar cita-cita itu tercapai, Jonan menyebut angka Rp8 triliun yang dibutuhkannya. Perinciannya Rp2,25 triliun untuk pembuatan jalur KRL ke Bandara Soekarno-Hatta dari Tangerang yang berjarak 6 km dan Rp6,75 triliun untuk KRL jalur lingkar Jabodetabek.

"Dari Rp8 triliun ini, kami butuh pinjaman dari bank sebesar 85%. Sisanya 15% dari kas internal PT KA. Kami akan cari pinjaman dari bank lokal. Banknya sudah ada," kata Jonan. (J-4)

Sumber : media Indonesia