Minggu, 03 November 2013

PAJAK!!



Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektifuntuk mencapai kesejahteraan umum.

Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalahDirektorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Daftar isi

1 Definisi

2 Unsur pajak

3 Jenis Pajak

3.1 Pajak Negara

3.2 Pajak Daerah

4 Undang - undang Perpajakan Negara

5 Fungsi pajak

6 Syarat pemungutan pajak

7 Asas pemungutan

7.1 Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

7.2 Asas Pengenaan Pajak

8 Teori pemungutan

9 Penerimaan Pajak di Indonesia

10 Lihat pula

11 Referensi

12 Pranala luar

Definisi

Bagian ini tidak memiliki referensisumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa diverifikasi.Bantulah memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak.Materi yang tidak dapat diverifikasikan dapat dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.Tag ini diberikan tanggal Oktober 2013

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

Leroy Beaulieu

Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah

P. J. A. Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment'

Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''

Unsur pajak

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."

Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

Jenis Pajak

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajakdapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:

Pajak Negara

Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:

Pajak Penghasilan

Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008

Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah

Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009

Bea Materai

UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

Bea Masuk

UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan

Cukai

UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

Pajak Daerah

Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:

Pajak Provinsi terdiri dari:

Pajak Kendaraan Bermotor;

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

Pajak Air Permukaan; dan

Pajak Rokok.

Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

a.        Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa pejabat

diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler dibebaskan dari semua pungutan dan pajak. - pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah.

o    Sementara itu

                        Pajak Hotel ****Setiap restoraunt atau hotel tidak bisa memaksa perwakilan diplomatik dan konsuler untuk membayar pajak daerah (PB-1 dari Pajak Restoran)***;

                        Pajak Restoran;

                        Pajak Hiburan;

                        Pajak Reklame;

                        Pajak Penerangan Jalan;

                        Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

                        Pajak Parkir;

                        Pajak Air Tanah;

                        Pajak Sarang Burung Walet;

                        Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

                        Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Undang - undang Perpajakan Negara

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan

stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995tentang Kepabeanan

stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995tentang Cukai

stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan daritabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhanekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Syarat pemungutan pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.

Contohnya:

Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak

Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak

Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran

Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum

Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak

Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatanproduksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

Contoh:

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

Asas pemungutan

Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:

Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims

1. Menurut Adam Smith dalam bukunyaWealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

·         Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

·         Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

·         Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

·         Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

·         Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.

·         Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

·         Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

·         Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).

·         Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

·         Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.

·         Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah

·         Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.

·         Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.

·         Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negaraakan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak olehpemerintah Indonesia.

Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atasworld wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang pendudukJepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.

Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.

Teori pemungutan

Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:

Teori asuransi, menurut teori ini,negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransidiperlukan adanya pembayaranpremi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.

Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial,kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

Penerimaan Pajak di Indonesia

Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :

Pajak Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun

Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96 triliun

Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.

Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.

Pajak

Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:

Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.

Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.

Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:

Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.

Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.

Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.

Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:

Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.

Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.

Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.

Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.

Posts tagged ‘Hak dan kewajiban Wajib Pajak’

ASAS-ASAS HUKUM PERPAJAKAN

I. PENDAHULUANDalam tiap-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja.Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.Cort Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara.[1]II. PERMASALAHANA. Pengertian PajakAdapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayrnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.[2] Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.[3]Dari definisi-definisi di atas, ternyata terdapat istilah “yang dapat dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan.[4]Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini tidak dapat kita peroleh secara langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan sebagainya. Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah tangga negara dan pembangunan negara.Ciri-ciri pajak :1. Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku2. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah3. Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung4. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah5. Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.[5]Sehubungan dengan adanya ciri-ciri di atas, maka pajak berbeda dengan retribusi. Pada retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk memperoleh suatu prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian suatu izin oleh pemerintah.[6]B. Macam-macam PajakPajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :1. Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.Misalnya : pajak seorang pengusaha dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu.Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.2. Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan olehnya.Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut.Misalnya : pajak penjualan, pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.[7]C. Pengertian Hukum PajakHukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan para wajib pajak, yang antara lain menerangkan :1. Siapa-siapa wajib pajak2. Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah4. Timbul dan hapusnya hutang pajak.5. Cara penagihan pajak6. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak.[8]Dalam penyusunan peraturan perpajakan ini harus diperhatikan banyak hal, antara lain kemampuan wajib pajak, keadilan dalam pembebanan pajak, keadaan keuangan negara, keadaan ekonomi masyarakat dan cara-cara pelaksanaannya.[9]D. Hak dan Kewajiban Wajib PajakKewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :1. kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.2. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.Misalnya : orang atau badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.[10]Kewajiban wajib pajakDalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnyab. Menandatangani sendiri SPT ituc. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.[11]Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.Hak-hak Wajib PajakWajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarip atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan / pembukuan sehingga menimbulkan kerugian pada wajib pajak.[12]III. KESIMPULANPajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak. Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.DAFTAR PUSTAKAH. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.[1] H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 21-22[2] Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, hlm. 324[3] H. Bohari, SH., M.S., op.cit., hlm. 23-24[4] Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994, hlm.93[5] Ibid., hlm. 93-94[6] Drs. C.S.T Kansil, op.cit., hlm. 324[7] Prof. H. A. M. Effendy, SH., op.cit., hlm. 94-95[8] H. Bohari, SH., M.S., op.cit., hlm. 29[9] Prof. H. A. M. Effendy, SH., op.cit., hlm. 96[10] Ibid., hlm. 96-97[11] Ibid., hlm. 97[12] Ibid., hlm. 98.SUMBER: http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/asas-asas-hukum-pajak.html SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN

A. Sanksi Administrasi

1. PPh :

a. Denda, sebesar Rp. 100.000,- apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yaitu selambat-lambatnya 14 (empat) belas hari setelah bulan takwim berakhir khusus untuk pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak khusus untuk pemungutan PPh Pasl 4 ayat (2), PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23; dan apabila Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan , dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, sedangkan untuk WP Orang Pribadi denda sebesar Rp. 100.000,- .

b. Bunga, sebesar :

· 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dalam hal :

1. WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum dilakukannya pemeriksaan;

2. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan/atau dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

3. Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;

4. Penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan penyampaian SPT Tahunan.

· 2% sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal Bendahara diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

· 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu sepuluh tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakn berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.

· 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan, apabila pembayaran atau penyetoran yang terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran atau penyetoran.

c. Kenaikan, sebesar :

· 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

· 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.

· 100% dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dari WP yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

· Sanksi administrasi berupa denda 150% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang atas kemauannya sendiri membetulkan SPT setelah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan;

· Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan Negara.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Denda, sebesar Rp. 500.000,- dalam hal SPT Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir;

b. Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;

c. 100% dari PPN barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tariff 0%(nol persen).

B. Sanksi Pidana

1. Karena alpa :

a. tidak menyampaikan SPT; atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

2. Dengan sengaja :

a. tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP; atau

b. tidak menyampaikan SPT; atau

c. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau

d. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau

e. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau

f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

http://tahupajak.blogspot.com/2009/09/sanksi-sanksi-perpajakan.htmlLATAR BELAKANGPajak merupakan suatu iuran wajib bagi wajib pajak. Adanya pajak diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan hidup semua masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Pajak ini ada bermacam-macam. Dalam hubungannya dengan adanya suatu wilayah di permukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilai di atasnya, dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang jelas.Peraturan yang berkaitan dengan pajak ini diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan adanya undang-undang No. 12 tahun 1994. Dengan adanya peraturan ini diharapkan adanya pemungutan pajak yang berkaitan dengan bumi dan bangunan dapat dilakukan sesuai dengan asas-asas yang ada.Agar lebih memahami mengenai adanya peraturan penarikan pajak bumi dan bangunan maka dalam dalam makalah ini akan membahas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan secara lebih mendalam.