Senin, 19 Desember 2011

Menggapai Cita 1,5 Juta Penumpang Sehari




PELUIT panjang tanda masuknya KRL jurusan Depok-Jatinegara di Stasiun Manggarai sontak menggerakkan ribuan orang yang memadati jalur 5. Bak satu irama, dengan gerakan ketergesaan yang sama, keruwetan Manggarai pun dimulai. Dorong-mendorong hingga sikut-menyikut menjadi pemandangan lazim, Penumpang transit dari Bogor dan Bekasi yang sama-sama ingin menuju Tanah Abang itu pun berebut naik. "Sudah menunggu 10 menit, harus berebut, nanti lama lagi," ucap Darsih, 45, Di sisi lain, ratusan penumpang di jalur 6 yang baru saja turun dari Commuter Line arah Kota tidak mau kalah. Mereka berlari mengejar KRL tujuan Tanah Abang itu. Tidak ada rasa peduli meski kereta telah penuh sesak oleh penumpang. Seorang bapak tua dibantu beberapa penumpang pun nekat melompat ke dalam kereta yang belum berhenti sempurna di peron, Kesibukan di stasiun memang sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, kesibukan itu menjadi semakin ruwet mulai awal bulan lalu saat PT KRL Commuter Jabodetabek (KCJ) memberlakukan sistem loop line, Salah seorang pengguna setia kereta api, Rosmana Eko, menilai titik keruwetan sistem loop line itu didasari pada penjadwalan yang hanya berdasarkan trial and error. PT KCJ dituding tidak menyusun jadwal berdasarkan observasi lapangan dan metode survei yang akurat.

Rosmana mencontohkan rute Bogor-Depok-Tanah Abang yang sempat dilirik PT KCJ untuk dijadikan rute utama berdasarkan kapasitas terbanyak. "Namun, faktanya jumlah jadwal terbanyak tetap di rute Bogor-Depok-Jakarta Kota," katanya, Jadwal yang dirasa tidak adil tersebut, menurut anggota KRL Mania itu, diperparah penyesuaian jadwal untuk KRL transit yang tak seimbang, Jadwal transit untuk jalur Serpong, Bekasi, dan Tanah Abang masih terlalu sedikit. "Ini yang menyebabkan penumpukan penumpang tidak dapat dihindari. Di beberapa stasiun, kapasitas peron untuk menunggu tak memadai jadi malah desak-desakan," keluhnya.

Penumpang, lanjut Rosmana, masih harus berjibaku dengan prasarana yang tidak memadai. Mulai penerangan yang ala kadarnya di beberapa stasiun, petugas keamanan yang kurang, kapasitas area tunggu yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang ada, petugas yang tidak informatif, pengeras suara yang rusak, hingga fasilitas tinggi peron yang tidak bersahabat dengan penumpang prioritas. "Tanpa informasi seperti ini, penumpang akan panik dan cenderung stres. Daripada sekadar mengutak-atik jadwal yang tidak jelas pula, mending perbaiki dulu prasarananya," tandas Rosmana.

Sekretaris Perusahaan PT KRL Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran mengakui permasalahan utama dari tersendatnya penerapan sistem loop line terletak pada ketidaksiapan sarana dan prasarana. Berbagai kerusakan, mulai kekacauan sistem wesel, penumpukan sampah basah di sepanjang rel yang mengganggu roda kereta, hingga jumlah kereta yang terbatas, membuat sistem loop line tidak berjalan lancar.

"Belum lagi kalau ada KA ekonomi yang mogok di perlintasan karena memang sudah banyak yang uzur. Kalau dari sisi prasarana tidak ada yang rusak, pasti bisa tepat waktu," ujarnya.

Padahal, penerapan sistem loop line berkonsekuensi pada pertumbuhan sarana dan prasarana secara cepat. Saat ini sistem loop line yang diterapkan baru 35% dari desain besar pembenahan KLR Jabodetabek.

Peraturan presiden

Makmur mengakui masih banyak kekurangan untuk bisa melayani publik dengan baik. Ia mencontohkan pasokan listrik yang hingga sekarang masih terbatas 120 megawatt untuk sekitar 416 unit KRL Jabodetabek. "Ini cukup, tapi distribusinya harus merata. Satu petak listrik hanya untuk empat rangakaian," katanya.

PT KCJ, lanjutnya, pada tahun depan akan menambah 160 unit kereta. Saat ini 80 kereta sedang disertifikasi Ditjen Perkeretaapian Kemenhub. "Kalau semua ini dipakai, tentu harus dipikirkan prasarana seperti stabling (tempat parkir kereta), serta pengakalan agar peningkatan jumlah kereta di perlintasan sebidang justru tak menimbulkan kemacetan jalan yang parah," tegas Makmur.

Pembenahan pelayanan KRL Jabodetabek harus dilakukan secara cepat karena merupakan bagian dari pemecahan masalah kemacetan di Ibu Kota. Pemerintah bahkan sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No 83/2011 tentang Penugasan PT KAI (persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta serta Jalur Lingkar Jabodetabek.

Dirut PT KAI Ignasius Jonan menyambut baik amanah ini. Dia optimistis bisa mengangkut 1,5 juta penumpang setiap hari pada 2018. Jumlah itu di atas target 1,2 juta penumpang/hari pada 2019 yang digariskan pemerintah pusat. Saat ini, KRL Jabodetabek baru mampu mengangkut 400 ribu hingga 500 ribu penumpang/hari.

"Sekarang kami punya wewenang untuk mempercepat pembangunan tanpa menggunakan APBN. Seluruh dana yang diperlukan untuk proyek ini dibebankan ke PT KAI dan anak perusahaannya," tegasnya.

Agar cita-cita itu tercapai, Jonan menyebut angka Rp8 triliun yang dibutuhkannya. Perinciannya Rp2,25 triliun untuk pembuatan jalur KRL ke Bandara Soekarno-Hatta dari Tangerang yang berjarak 6 km dan Rp6,75 triliun untuk KRL jalur lingkar Jabodetabek.

"Dari Rp8 triliun ini, kami butuh pinjaman dari bank sebesar 85%. Sisanya 15% dari kas internal PT KA. Kami akan cari pinjaman dari bank lokal. Banknya sudah ada," kata Jonan. (J-4)

Sumber : media Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar